WELCOME

” Blogger ini bukan merupakan forum penghakiman ataupun penuduhan. tetapi merupakan kesempatan proses pembelajaran strategis untuk mengasah dan membangun nalar yang konstruktif/kristis, kemampuan konseosi dan taktik belajar yang efektif

Selasa, 19 Oktober 2010

Belajar Mengenal Diri Sendiri: (Amsal 30 :15-33)


Memperhatikan secara keseluruhan pasal 30 ini, agaknya judul pasal ini hanya berlaku untuk ayat 1-14, sedangkan ayat 15-33 merupakan bagian terpisah yang tidak lagi terkait dengan maksud dari judul tersebut. Walaupun mungkin saja sewaktu naskah-naskah ini disusun, bagian kedua itu disatukan menjadi kumpulan ucapan-ucapan Agur bin yake.Isi bagian kedua merupakan kumpulan Pribahasa yang mungkin saja dipengaruhi oleh gaya sastra dunia Mesir khususnya, yang memang telah tertanam pengaruhnya di masa itu. Khususnya menyangkut ayat 15-33, perlu diperhatikan secara seksma kelainan literer didalamnya. Peribahasa yang terungkap disini ditandai dengan ucapan-ucapan rangkai tiga atau empat seperti dalam 15-16,18-19,21-23, 24-28, 29:31. Ayat-ayat 17,20,32,33, rupanya kemudian dijadikan sisipan oleh naskah pasal ini, karena dengan jelas ayat-ayat ini nampak berdiri sendiri dan tidak terkait dengan ayat sebelum dan sesudahnya, bahkan gaya bahasanya pun berlainan.Mungkin saja redaktur menyisipkannya dengan tujuan menjaga kesinambungan inti pengajaran tentang hikmat dalam keseluruhan kitab Amsal. Ketiga ayat sisipan ini mengemukakan: pentingnya memperhatikan didikan orang dirumah {Ayat 17}, peringatan tentang bahaya dimana pelacuran dan perzinahan sudah digolongkan lumrah, sehingga para pelaku pelacuran merasa hal itu bukanlah dosa { ayat 20 } dan khusus ayat 32-33, berisikan penjelasan tentang pentingnya menahan diri, merendahkan diri dari pada menyombongkan diri yang pada akhirnya direndahkan. Setelah memperhatikan sepintas lalu ayat-ayat sisipan, berikut ini perlu secara khusus diperhatikan ayat-ayat yang diduga merupakan bagian inti dari rangkaian peribahsa yang menyiratkan makna yang dalam:

Ayat 15- 16, Ini agaknya menunjuk kepada sifat manusia yang tidak pernah luput dari keinginan yang menjurus kepada keserakahan. Tidak pernah merasa puas atas apa yang ada. Hal itu dikiaskan dengan lintah, dunia kematian, bumi yang dahaga dan api. Perhatikan lintah ia tak pernah merasa cukup untuk melakukan dan mengisap darah walaupun perutnya sudah hamper pecah karena kekenyangan. Ataupun api yang baru padam bila segala sesuatunya dilalap telah musnahnya semuanya.

Ayat 18-19, Mungkin saja dimaksudkan sebagai sindiran aga manusia tidak pernah berhenti mengkaji dan berhikmat karena masih banyak rahasia-rahasia alam yang masih belum tersingkap untuk dipecahkan. Penulis melukiskannya dengan kuasannya yang menijik kepada jalannya rajawali diudara, ular merayap dibatu cadas, dan sebagainya. Dimata penulis, semua ini merupakan hal-hal yang masih mengherankan untuk disingkap maknanya, bagaimana mungkin rajawali dapat terbang seperti itu atau ular yang mempelajari batu-batu cadas. Suatu kiasan untuk memecahkan misteri-misteri alam. Untuk itu, dibutuhkan orang –orang yang berhikmat.

 Ayat 21-23, Bercerita tentang sisi lain dari sifat manusia yaitu kerinduan yang terkadang nampaknya utopis dan tidak tidak sesuai realita yang ada dan kadang membuat manusia itu menjadi berani berbuat yang kadang tidk sesuai dengan hatu nuraninya walaupun kadang berseberangan dengan dirinya. Bagaimana mungkin seorang hamba dapat menjadi seorang raja atau seorang wanita pembantu dapat menggeser kedudukan nyonya rumah. Bukan berarti hal itu tidak mungkin terjadi, tetapi disini penulis hendak menujukkan satu sisi dari sifat manusia yang seringkali tidak merasa bersyukur atas realitas yang tidak   diterima lalu menimbun segala impian yang kosong yang kadang tanpa kita sadari menjadi boomerang bagi kehidupan kita. Kadang kala impian tidak menjadi kenyataan tetapi kadangkala juga impian bisa menjadi kenyataan itulah menurut pandangan dari penulis. Nampaknya hal itu penting bagi penulis sehingga ia mengikutinya dengan rangkaian Amsal berikutnya.

Ayat 24-28, Mengingatkan agar belajar dari hal-hal kecil dari binatang-binatang yang tergolong kecil, tapi tidak direndahkan karena kekecilan dan kekerdilannya. Belajarlah dari semut,Pelanduk,belalang dan cicak. Dimata manusia, binatang –binatang ini seakan tak berarti malah sering dianggap membawa bencana atau menimbulkan kekecewaan. Tapi amatilah hidup mereka.Binatang kecil seperti ini seakan hidup sesuai dengan keberadaan mereka dan mampu bertahan, malah mempunyai strategi jitu dalam mempertahankan hidup mereka.

Ayat 29-31, Menyiratkan pesan mengkut sikap sombong yang menghanyutkan.. Seringkali seseorang terjerat oleh keberadaannya yang dinilainya layak untuk dibanggakan sehingga dengan angkuhnya ia memamerkan kebolehannya. Padahal sebentulnya, sikap meredahkan diri lebih membuka peluang kepada penghormatan dari  pada kebanggaan yang dipaksakan. Kehormatan yang digapai melalui kesombongan dan penampilan yang dipaksakan biasanya justru mendatangkan comooh dan kejatuhan kemuliaan dan hormat. Bandingkan ungkapan dalam Amsal 29 :23: Bahwa keangkuhan merendahkan orang tapi orang yang rendah hati menerima pujian.

Perikop ini menjadi pelajaran baik dan berharga bagi setiap orang yang ingin menghargai dirinya sendirinya, rasanya baik juga mengingat ungkapan filsafat yunani: “ Kenalilah dirimu sendiri.” Mengenal diri dalam arti mengendalikan diri, mengkal diri. Siapa pun dan status apapun yang diemban seseorang, tidak selayaknya menyebabkannya menjadi serakah, cinta diri dan membangun tembok-tembok pemisah dan keangkuhan yang seringkali justru menjatuhkan. Jika ingin menjadi besar, hendaklah ia menjadi pelayan bagi sesamanya karena itu perlu sekali mengenal diri, mengendalikan diri, setidak-tidaknya belajar dari apa yang tersirat dalam Amsal 30 :15-33 ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar