WELCOME

” Blogger ini bukan merupakan forum penghakiman ataupun penuduhan. tetapi merupakan kesempatan proses pembelajaran strategis untuk mengasah dan membangun nalar yang konstruktif/kristis, kemampuan konseosi dan taktik belajar yang efektif

Kamis, 21 Oktober 2010

IDEOLOGI PANCASILA DALAM PERSPEKTIF INTELEKTUAL MUDA


A.       Prolog
Dalam era modern di Indonesia ini, nyaris bangsa kita tidak mengenal lagi muatan ruanglingkup tunggal dalam ideology, sehingga seharusnya ideology harus dipahami secara proposional tidak dapat diimplementasikan dengan efektif. Secara epistemology ideology mengadung pemaknaan/konotasi yang sangat kekirian, dimana Francis Bacon yang kala itu memandang ideology sebagai “idola” yang dimana kata idola tersebut diinspirasi oleh phytagoras. Namun dalam perkembangannya kata idola tersebut berubah wujud menjadi ideology yang pada waktu itu Luis Napoleon Bonaparte memakai kata ideology tersebut ditujukan kepada orang-orang yang menentang sistem imprealisme yang dilakukan olehnya. Dari pandangan itu akhirnya kata ideology berubah wujud menjadi sifat peyoratif . Melalui pandangan itulah proses rill dari ideology dalam kehidupan bermasyarakat dibuat kabur (abscured).

Karl Marx menganggap ideology sebagai kesadaran palsu mengenai kenyataan-kenyataan social ekonomi dan merupakan angan-angan kolektif yang diperbuat dan ditanggung bersama oleh kelas sosial tertentu . Bahwa realitas merupakan alternative terhadap ideology atau dengan perkataan lain ideology terletak dalam oposisinya terhadap realitas. Sedangakan Freud mendekonstruksi ideology sebagai suatu ilusi yang memperdaya dan menyudutkan manusia . Pada titik ini Karl Manheim berbeda dengan Karl Marx dimana Karl Manheim berusaha untuk mengeliminasikan elemen negative ideology dengan mengajukan konsepsi ideology total dan ideology partikuler . Sedangkan Antonio Gramsci memilah pengertian ideology kedalam term ideology yang bersifat arbriter dan ideology yang bersifat organis

B.        Memahami Ideologi Pancasila Dari Prespektif Sejarah
Bangsa indonesia lahir dari perjuangan yang sangat panjang, yakni dari masa kerajaan kutai hingga kemasa kerajaan majapahit. Dalam siatuasi tersebut telah menimbulkan integritas patriotic yang heroic, bertanah air satu, dan berbahasa satu yaitu bahasa indonesia. Atas dasar semangat tersebut, para pemimpin indonesia memandang pentingnya filsafat Negara sebagai logosentris nasionalisme. Oleh karena itu berdasarkan musyawarah mufakat serta berasaskan moral yang luhur sidang BPUPKI melalui PPKI menetapkan Pancasila sebagai filsafat dasar Negara republic indonesia. Proses terjadinya Pancasila dapat ditinjau dari aspek kausalitas dan aspek tinjauan perspektif. Dari aspek kausalitas dapat dibedakan mejadi dua bagian yaitu aspek asal mula langsung dan aspek asal mula tidak langsung:
1.   Aspek asal mula langsung:
a.    Asal mula bahan atau kausa materialis adalah bahwa pancasila bersumber dari nilai-nilai adat istiadat, budaya, dan nilai religius yang ada dan nyata dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia,
b.   Asal mula bentuk atau kausa formalis adalah kaitan asal mula bentuk, rumusan, dan nama pancasila sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakan pemikiran Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta, dan para anggota sidang BPUPKI,
c.    Asal mula karya atau kausa efisien adalah penetapan Pancasixla sebagai calon dasar Negara menjadi dasar negara yang sah oleh PPKI,
d.    Asal mula tujuan atau finalis adalah tujuan yang diinginkan BPUPKI, PPKI termasuk di dalam Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta dari rumusan Pancasila sebelum disahkan oleh PPKI menjadi dasar Negara yang sah.
2.  Aspek Asal mula tidak langsung
Jauh sebelum proklamasi kemerdekaan, asyarkat indonesia telah hidup dalam tatan kehidupan yang penuh dengan:
a.    Nilai-nilai ketuhanan, nilai-nilai kemanusiaan, masyarakat indonesia telah hidup dalam tatanan kehidupan yag penuh dengan:
b.   Nilai-nilai tersebut merupakan nilai-nilai yang memaknai adat-istiadat, kebudayaa, serta nilai riligius dalam kehidupan sehari-hari sebagai bangsa indonesia,
c.    Oleh karena itu secara tidak langsung pancasila merupakan penjelmaan atau perwujudan bangsa indonesia itu sendiri karena apa yang terkandung dalam pancasila merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa indonesia seperti apa yang dilukiskan oleh Ir. Soekarno dalam tulisannya: “Pancasila Lima Mutiara Galian Dari Ribuan Tahun Sap-sapnya Sejarah Bangsa Indonesia”.
3.  Bangsa Indonesia berpancasila dalam tri Prakara
Dengan nilai adat-istiadat, nilai budaya, dan nilai religius yang telah digali dan diwujudkan dalam rumusan pancasila yang kemudian disahkan sebagai dasar Negara tersebut pada hakikatnya telah menjadikan bangsa indonesia berpancasila dalam tri prakara atau tiga asas yaitu : a. Asas kebudayaan, b. Asas religius, c. Asas kenegaraan.

Ketiga asas ini tidak tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari dari seluruh kompenen bangsa indonesia. Untuk itu dalam memahami ideology pancasila tersebut, harus dilihat dari beberapa sudut pandang keilmuan agar tidak terjadi distingsi dalam kehidupan sehari-hari. Sudut pandang ilmu pengetahun tersebut berupa : 1. Ontologi Pancasila, 2. Epistemologi Panacasila, 3. Aksiologi Pancasila, 4. Atropologis Pancasila, dan 5. Historical Pancasila

C.        Orientalism Pancasila Dalam Perpspektif Kaum Muda
Era reformasi telah melahirkan banyak pemikiran terkait dengan pemahaman pancasila, adapun banyak kalangan yang memandang bahwa universalitas ilmu tidak dapat di intervensi oleh suatu ideology dan adapun juga yang menganggap bahwa bahwa universalitas ilum dapat diintervensi oleh sebuah ideology. Bahwa ideology merupakan suatu pijakan dalam membangun intelektualitas manusia, maka secara implicit ideology memiliki batasan-batasan, sedangakan ilmu ilmu tersebut bersifat bebas nilai.

Dalam artian bahwa proses berpikir terbalik dari induktif ke deduktif merupakan ilmu yang memiliki bebas nilai, sedangkan proses ilmu dari deduktif ke induktif merupakan ilmu yang tidak memiliki batasan-batasan niali. Dikatakan demikian karena pada taraf berpikir induktif (khusus), ilmu selalu dibatasi dengan suatu disiplin ilmu (berdiri sendiri-sendiri), sehingga ada batasan-batasan nilai yang menjadi wacana dialektis, sedangakan dalam taraf implementatifnya pemikiran induktif tersebut akan berubah menjadi deduktif. Dimana wacana berpikir secara kritis tersebut akan dilaksanakan secara univrersal. Begitu juga sebaliknya dengan proses berpikir secara deduktif ke induktif yakni, pada proses ini deduktif tersebut, wacana dialektis yang dibangun adalah bersifat general (umum-bebs nilai) namun dalam taraf implementatif mengandung batasan-batasan nilai, karena pada proses pola berpikir umum tersebut (general-bebas nilai) wacana yang dikembang bersifat general (umum-bebas nilai), namun dalam prakteknya mengadung batasan-batasan nilai, karena pada taraf implementatif pemikiran deduktif tersebut akan digeneralisir menjadi pemikiran yang induktif berupa studi permasalahan yang ada (bersifat spesifik) sehingga hal ini yang menyebabkan terjadinya suatu proses berpikir terbalik dari induktif ke deduktif dan deduktif ke induktif (praktek ke teori dan teori ke praktek).

Begitu juga dengan orintalisme pancasila dalam perspektif kaum muda, merupakan sebuah lokomotif berpikir yang seharusnya bersifat induktif sehingga dalam taraf implementatif dapat mengandung nilai-nilai universalime (deduktif). Namun pada decade ini hampir sebagai orang/kelompok yang tidak memahami pancasila dengan baik, sehingga memicu tindakan-tindakan distrorsi yang tidak berprikemanusiaan, yang pada akhirnya menimbulakan banyak korban yang tidak berdosa. Seharusnya nilai-nilai pancasil mejadi tema yang actual dan mengkristal dalam wawasan kebangsaan serta dapat memberi nuansa persatuan pada sisi internal dan nuansa kesatuan pada sisi eksternal sehingga nilai-nilai yang termaktub dalam Pancasila tersebut menjadi landasan hidup bagi kita semua yang berada dalam NKRI ini. Seperti apa yang katakana oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1946 “Akhirnya marilah kita selalu berpegang teguh pada tiga pokok pengertian dari pancasila yaitu: 1. Pancasila sebagai pemersatu jiwa kesatuan Indonesia, 2. Pancasila sebagai manifestasi persatuan bangsa dan wilayah Indonesia, serta, 3. Pancasila sebagai “Weltanschauung” bangsa indonesia dalam penghidupan nasional dan internasional.

D. Penutup
Bangsa yang tidak memiliki ideologi akan mudah menjadi mangsa bangsa lain yang memiliki ideologi yang agersif dan eskpansionis. Kita harus kembali berrefleksi serta berupaya untuk mengingat kembali para founding fathers pendiri bangsa ini yang telah berjuanga dengan darah dan karingat untuk memerdekakan negara ini, seperti apa yang dipidatokan oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 yang berbunyi: ”Hai, hati-hati saudara! Semua ini tergantung pada manusianya.” bila sistem jelek tetapi manusianya baik, maka si manusia akan memperbaiki sistem, tetapi bila sistemnya bagus, tetapi mental manusia jelek, maka si manusia akan merubah sistem untuk kepentingan sendiri. Pidato tersebut merupakan intropeksi diri dalam membagun suatu bansa yang majemuk.

Dalam memahami dan mengartikulasikan pancasila, bangsa ini harus betul-betul memberikan dampak positif bagi seluruh komponen masyarakat, sehingga tidak terjadi distingsi dalam proses kehidupan kita sehari-hari. Maka dari itu sebagai bahan pertimbangan difourum yang mulia ini saya rekomendasikan beberapa pokok-pokok pikiran, agar kita bersama-sama bergandengan tangan dan bersatu hati, dalam menjaga dan mengawal pancasila ini dengan tulus, sehingga kita tidak mudah goyah dalam setiap tantangan, melainkan tetap berdiri teguh dalam satu asa, satu hati, satu prinsip, satu bahasa dan satu bangsa, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu upaya yang harus dilakukan agar mencegah disintergasi adalah:
1.     Kembali ke UUD 1945,
2.   Melakukan edukasi secara dini terkait dengan pemahana wawasan kebangsaan bagi seluruh komponen rakyat indonesia,
3.    Mencegah tindakan-tindakan preventif dan segregasi yang dilkukan oleh kelompok-kelompok fundamental,
4.   Melakukan pemahaman budipakerti mulai dari SD – PT sehingga terciptanya kesinambungan pemikiran semangat gotong royong.
5.    Memperkuat kembali nilai-nilai kebudayaan dalam mencegah disintegrasi bangsa.

Teriring Salam Do'a Agung Tuhan Yesus Kristus

Tinggi Iman
Tinggi Ilmu
Tinggi PengabdianTop of Form

" Ut Omnes Unum Sint "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar