WELCOME

” Blogger ini bukan merupakan forum penghakiman ataupun penuduhan. tetapi merupakan kesempatan proses pembelajaran strategis untuk mengasah dan membangun nalar yang konstruktif/kristis, kemampuan konseosi dan taktik belajar yang efektif

Selasa, 19 Oktober 2010

Pemuda Dan Moral: (Yakobus 1:19-27)


Hai saudara –saudara yang kukasihi,ingatlah hal ini : setiap orang hendaklah cepat mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; Sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran dihadapan Allah. Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lembut firman yang tertanam didalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu. tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamati-amati mukanya yang sebenarnya didepan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya. Tetapi barang siapa meneliti  hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekaan orang, dan ia bertekun didalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya , ia akan berbahagia oleh perbuatannya. Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah Ibadanya. Ibadah yang murni dan yang tak bercacat dihadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.

Perikop ini memuat nasehat-nasehat untuk persekutuan Kristen. Dibagian ini, sebagaimana juga dibagian lain ( lihat 2 : 1,14, 17,22 ) ditekanan : ”Hendaklah kamu menjadi plaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri’ ( 1 : 22 bnd 2 : 17 ).” Jika Iman itu tidak disertai perbuatan, maka Iman itu pada hakekatnya adalah mati.”

Firman yang tertanam didalam hati maksudnya adaalh pernyataan Allah yang kita terima; yaitu hukum yang sempurna, yaitu hukum memerdekaan orang (1 : 25).

Akan tetapi, pada suatu pihak, Yakubus tak ingin terjebak pada mistikisme yang melulu menekankan segi batiniah dan mengabaikan segi lahiriah. Baginya Firman yang dierima Allah, yang ditanam didalam hati manusia, tak dapat tinggal pasif melainkan harus diamalkan. Iman kepada Allah harus berbuat dalam perbuatan terhadap sesama dan Allah sendiri. Hubungan dengan Allah tak dapat mengabaikan hubungan dengan sesama (1:20) disini mendekati pemahaman Matius (5:20) yakni hubungan baik antara manusia dengan sesamanya dan dengan Allahnya. Apa gunanya ibadah kalau perbuatan sehari-hari tak layak (1 : 26-27)? Beberapa contoh sikap yang baik dalam hubungan dengan sesama antara lain ” Lambat untuk berkata-kata,dan juga lambat untuk marah”, ”membuang segala sesuatu yang kotor dan kejhatan yang begitu banyak itu’ ( 1 : 19-21 ),” mengekang lidah” (1 :26), ”mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga dirinya sendiri tidak tercemar oleh dunia” (1 : 26-27).

Dan dipihak lain, Yakubus tak ingin terjebak pada legalisme Yahudi. ” Hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang disini” bukanlah hukum-hukum dan resep-resep yang ahrus dipatihui begitu saja tanpa disertai dengan suara hati; sesuatu yang dipaksakan dari luar. Kelemahan legalisme (Yahudi) sebagai sedah kita ketahui adalah , hukum menjadi beban paksan bagi manusia dan bukan suatu anugerah yang mendatangkan sukacita. Manusia menaati hukum dan norma-norma karena takut dihukum tersebut. Bagi Yakobus, hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekaan orang-orang yang merupakan etos Kristiani yang digerakkan oleh kebenaran.

Fakta bahwa manusia merupakan mahluk sosial menempatkan dirinya dalam taman norma-norma moral sejak lahir. Kehadiran orang lain sebagai ”sang lain” yang berbeda dari ” sang aku ” dengan berbagai kehendak, pikiran dan cita-cita, bahkan juga kehadiran mahluk-mahluk hidup lainnya, mengandaikan adanya moralitas dalam kehidupan bersama.

Sikap moral dasar manusia diletakkjan pada waktu ia masih sangat muda tetapi sikap-sikap itu bukanlah sekali jadi tetap tak berubah lagi.

Sikap-siakp itu berkembang di daalm pengalaman manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan kampus, gereja maupun masyarakat luas.

Dalam perkembangannya, sikap-sikap moral bias saja mengalami erosi tetapi juga dapat menjadi lebih taat azas (konsekuen). Orang yang pendirian moralnya kuat akan sanggup mempertahankan sikap moralnya meski dihadang berbagai tekanan sosial. Ia akan mempertangggung jawabkan moralnya meski diteror  sekian banyak tekanan.

Oang yang berpidirian moralnya lemah, sangatlah tergantung padfa lingkungan.

Ditekan sedikitsaja, tanggung jawabnya goyah. Tanggung jawab moral adalah tanggung jawab manusia sebagai manusia. Penilaian  moral diniali bukanlah dari segi-segi tertentu melankan dari segi nilai sebagai manusia. Baik, dalam arti moral maupun sebagai manusia. Satu-satunya penilaian yang bersifat mutlak adalh penilaian moral.

Tanggung jawab moral bukanlah bersifat mistis dimana  orang hanyacukup mengetahui dan membatinkan norma-norma moral bagi dirinya sendiri. Atau cukup puas jika diri sendiri tak jatuh kedalam perbuatan a moral, kemudian diam saja mnghadapi penodongan didepan mata-kepala sendiri. Tanggung jawab moral bukan pula bersifat legalis: Orang menaati  norma-norma moral karena takut dihukum, baik oleh gereja maupun negara. Tanggung jawab moral menuntut keutuhan pribadi, keutuhan manusia sebagai ciptaan dengan” melakukan Firman yang ditanam didalam hati.” Tanggung jawab kepada Allah tak dapat mengabaikan tanggung jawab manusia sebagai manusia yang hidup dalam relasi  baik dengan Allah maupun dengan manusia. Kata tanggung jawab mengisyaratkan keutuhan antara suara hati dngan perbuatan; keutuhan antara pendengaran dengan pelaku Firman. Tanpa tanggung jawab manusia akan tercebak kepada mistikisme,legalisme dan kemunafikan. Dan didalam tanggung jawab moral itulah manusia berpartisipasi pada kehendak Allah didalam dan bagi dunia ini.

Bahan Diskusi
  1. Diskusilah kesaksian” munafik ” diantara kelompok Anda. Sejauh man kah kata itu sepadan dengan tindak orang percaya. Apakah kata kita sudah sepadan dengan tindak kita, kemudian tindak cocok dengan sikap moral, dn kebenaran Firman itu?
  2.  Ungkapanlah da diskusikanlah kasus-kasus yang dihadapi pemuda dan mahasiswa yang ahrus diberi moral Kristiani ( kaitan dengan nomor 1 ) .
  3. Bagaimana saudara  jika punya teman yang munafik beriakn argumen ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar