WELCOME

” Blogger ini bukan merupakan forum penghakiman ataupun penuduhan. tetapi merupakan kesempatan proses pembelajaran strategis untuk mengasah dan membangun nalar yang konstruktif/kristis, kemampuan konseosi dan taktik belajar yang efektif

Selasa, 26 Oktober 2010

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP INDONESIA, & LANGKAH ANTISIPATIF YANG HARUS DIAMBIL OLEH GMKI SELAKU ORGANISASI KEMAHASISWAAN & PENGKADERAN


A.    Pendahuluan
Pada decade ini GMKI diperhadapkan dengan berbagai issue strategis, yang perlu disekapi secara serius yakni perubahan iklim. Sebagai organisasi pemikir dan organisasi pengkaderan yang selalau bergerak dalam jenjang pengkaderan dan arakan-arakan oikumenism harus dapat menunjukkan kehadirannya ditengah-tengah pusaran zaman ini yakni GMKI harus berani menyakapi berbagai problematika permasalahan baik tantangan secara internal maupun ksternal, salah satu tantangan universal saat ini adalah perubahan iklim. Ini merupakan tantangan multidisiplin paling serius, kompleks dan dilematis yang dihadapi umat manusia pada awal abad ke-21, bahkan diperkirakan hingga abad ke-22.

B.     Dampak Perubahan Iklim Terhadap Indonesia
Pada tahun 2010 ini, dampak tersebut sangat kita rasakan, terutama dalam hal perubahan iklim. Pada tahun ini musim hujan berlangsung cukup panjang tanpa musim kemarau yang jelas, hingga September 2010 catatan data bencana BNPB untuk kejadian banjir sebanyak 196 kali. Angka ini tentu mengalami kenaikan karena rata-rata hanya terjadi 150 kali per tahun. Hal ini jelas menunjukkan terjadi perubahan iklim yang disertaidengan perubahan sifat hujannya (Baca, http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=3107). Dampak perubahan iklim ini semakin kita rasakan antara lain kenaikkan suhu udara, perubahan volume volume curah hujan, pola musim kering yang lama, pola hujan yang semakin lebat dan kenaikkan permukaan air laut. Hasil studi A Climate Change Vulnerability Mapping for Southeast Asia yang dilakukan Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA), Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim. Kerentanan ini diukur dari tingkat tampilan (exposure), sensitivitas dan kemampuan beradaptasi. Bahkan dari hasil kajian menunjukkan 7 (tujuh) Kabupaten/kota di Indonesia menduduki 10 (sepuluh) besar kota paling rentan terhadap perubahan iklim (Baca, http://www.docstoc.com/docs/5431932/economy-and-environment-program-for southeast-asia-%28eepsea%29). Perubahan iklim ini menjadi tantangan kita bersama, baik itu unsur mahasiswa pemerintah, profesional, dunia usaha, akademisi maupun masyarakat, yang menuntut adanya upaya tindakan penanggulangan dan mitigasi perubahan iklim secara terpadu dan efektif. Dimana kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik circum pacific dan trans asiatic volcanic belt dengan jajaran pegunungan yang cukup banyak. Adanya 129 gunung api aktif atau 17% dari total gunung aktif di dunia, ditambah kontur relief muka bumi yang heterogen dengan kemiringan cukup tinggi, memiliki potensi bencana yang juga cukup tinggi. Belum lagi, terdapat pola sungai yang beragam dan panjang serta memiliki hulu sungai banyak. Kondisi ini menyebabkan seringnya terjadi bencana sedimen, meliputi tanah longsor, sedimentasi waduk, banjir lahar dingin, dan banjir bandang. Untuk itu GMKI selaku organisasi kemahasiswaan yang selalu hadir dalam setiap dialektika yang konstruktif dapat mendorong dan memperkaya wacana berpikir yang komprehensif dalam membangun tatanan planet bumi yang kita cintai ini. GMKI memandang bahwa perubahan iklim ini adalah suatu pertanda bahwa umat manusia telah menjauh dari kehidupan alam. Dimana manusia yang dulu hidup berdampingan (nomad) dengan alam, kini mulai ditinggalkan, yakni hutan bukan lagi menjadi tempat untuk mencari nafkah, tetapi hutan telah menjadi bahan komoditas bagi kelompk tertenu, begitu juga dengan Rancangan Tata Ruang Wilyah (RTRW) tidak mengitung dampak negative bagi keberlangsungan manusia. Realisasi RTRW ini harus lebih terpadu mulai dari perencanaan, penyusunan program, rencana aksi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi harus mempertimbangkan dampak negativenya.

Perubahan iklim global sebagai implikasi dari pemanasan global telah mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan bumi. Pemanasan global ini disebabkan oleh meningkatnya gas-gas rumah kaca yang dominan ditimbulkan oleh industri-industri. Gas-gas rumah kaca yang meningkat ini menimbulkan efek pemantulan dan penyerapan terhadap gelombang panjang yang bersifat panas (inframerah) yang diemisikan oleh permukaan bumi kembali ke permukaan bumi. Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama karbondioksida (CO2) dan metana (CH4), mengakibatkan dua hal utama yang terjadi di lapisan atmosfer paling bawah, yaitu fluktuasi curah hujan yang tinggi dan kenaikan muka laut. Sebagai negara kepulauan, Indonesia paling rentan terhadap kenaikan muka laut. Telah dilakukan proyeksi kenaikan muka laut untuk wilayah Indonesia, hingga tahun 2100, diperkirakan adanya kenaikan muka laut hingga 1.1 m yang yang berdampak pada hilangnya daerah pantai dan pulau-pulau kecil seluas 90.260 km2.

Perubahan temperatur atmosfer menyebabkan kondisi fisis atmosfer kian tak stabil dan menimbulkan terjadinya anomali-anomali terhadap parameter cuaca yang berlangsung lama. Dalam jangka panjang anomali-anomali parameter cuaca tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim tersebut diantaranya adalah: (1). Semakin banyak penyakit (Tifus, Malaria, Demam, dll.), (2). Meningkatnya frekuensi bencana alam/cuaca ekstrim (tanah longsor, banjir, kekeringan, badai tropis, dll.), (3). Mengancam ketersediaan air, (4). Mengakibatkan pergeseran musim dan perubahan pola hujan, (5). Menurunkan produktivitas pertanian, (6). Peningkatan temperatur akan mengakibatkan kebakaran hutan, (7). Mengancam biodiversitas dan keanekaragaman hayati, dan (8). Kenaikan muka laut menyebabkan banjir permanen dan kerusakan infrastruktur di daerah pantai. Terdapat dua dampak yang menjadi isu utama berkenaan dengan perubahan iklim, yaitu fluktuasi curah hujan yang tinggi dan kenaikan muka laut yang menyebabkan tergenangnya air di wilayah daratan dekat pantai (Lihat, Jurnal Ekonomi Lingkungan Vol.12/No.2/2008). Berkenaan dengan proyeksi kenaikan muka laut, telah dilakukan penelitian sebelumnya, yaitu proyeksi kenaikan muka laut untuk wilayah Indonesia. Hasil proyeksi tersebut menunjukkan wilayah Indonesia mengalami kehilangan daratan-daratan akibat kenaikan muka laut. Jika diambil hasil proyeksi untuk tahun 2010, 2050, dan 2100 dengan luas daratan yang hilang secara berturut-turut seluas 7408 km2, 30120 km2, dan 90260 km2 maka sekitar 0.03% luas daratan yang hilang (Susandi, A., Y. Firdaus dan I. Herlianti. Impact of Climate Change on Indonesian Sea Level Rise with Referente to It’s Socioeconomic Impact. EEPSEA Climate Change Conference, Bali. 2008).

C. Langkah Antisipatif Yang Harus Diambil Oleh GMKI Selaku Organisasi Kemahasiswaan & Pengkaderan
Kondisi perubahan iklim dengan curah hujan saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh terjadinya efek El Nino-La Nina dan Dipole Mode. kondisi dinamika atmosfer dan laut akan terus berlanjut hingga Februari 2011 sehingga memberikan indikasi peluang majunya awal musim hujan di sebagian besar daerah di Indonesia. 58,6% daerah yang mengalami sifat hujan normal, 37,3% diatas nomal, dan 4,1% yang dibawah normal, daerah Sumatera yang mengalami sifat hujan di atas normal, meliputi Aceh Tengah, sebagian besar Sumatera Utara, Lampung, dan Bangka. Sementara daerah Jawa, meliputi DKI, sebagian Jawa Barat (Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Sumedang), sebagian Jawa Tengah (Tegal, Brebes, Pekalongan, Kendal, Banyumas, Surakarta, Rembang, Bojonegoro), sebagian DIY, dan sebagian Jawa Timur (Pacitan, Malang, Lumajang, Sidoarjo, Pasuruan dan Jember bagian utara). Daerah di luar Jawa yang mengalami curah hujan di atas normal, termasuk sebagian besar Bali, Lombok Barat dan Tengah, dan sebagian Kupang, Kaltim, Sulsel, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Sanana, Saumlaki, dan Merauke bagian selatan (Baca, http://www.bmkg.go.id/depan.bmkg). Untuk itu pertanyaan kristisnya adalah langkah antisipatif apa yang harus diambil oleh GMKI selaku organisasi kemahasiswaan dan pengkaderan untuk menghadapi dampak perubahan iklim ini?

Teriring Salam Doa Agung Tuhan Yesus Kristus

Tinggi Iman
Tinggi Ilmu
Tinggi Pengabdian

“Ut Omnes Unum Sint”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar